-->

Trauma Mengintai Anak-anak di Gaza

Serangan roket Israel ke Gaza mengintai nyawa anak-anak kecil yang tidak berdosa. Terkadang, dengan bermandikan debu reruntuhan, anak-anak yang tidak mengerti apa-apa ini harus berlarian menghindari hantaman bom laknat zionis, menghancurkan rumah dan membunuh kawan-kawan mereka.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip The Guardian, total korban tewas per Kamis 10 Juli 2014 adalah 77 orang, belasan di antaranya anak-anak. Korban termuda diketahui baru berusia 18 bulan. Kamis kemarin, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya menewaskan lima anak.

Advertisement
Menurut data Defence for Children International Palestine (DCI), sebuah serangan Israel telah menewaskan sekaligus enam anak yang berada di rumah Odeh Ahmad Mohammad Kaware, seorang aktivis Hamas di Khan Youniz, selatan Gaza.

"Jelas bahwa Israel mengincar targetnya secara acak di Jalur Gaza, dan ini dibuktikan oleh banyaknya jatuh korban sipil, termasuk anak-anak," kata Eyad Abu Eqtaish, Direktur program akuntabilitas di DCI Palestina, seperti diberitakan al-Jazeera.

Menurut Ahmed Abu Tawahinah, seorang dokter di Palestina, anak-anak di Gaza menderita stres tingkat ekstrem akibat kekerasan ini. Tidak jarang, anak-anak ini harus menjalani terapi untuk mengatasi Gangguan Stres Paska-Trauma (PTSD) yang mereka derita.

"Trauma adalah istilah yang digunakan di Barat untuk untuk situasi yang normal lalu terjadi kerusakan. Kerusakan inilah yang berujung trauma. Tapi bagi kami warga Palestina, trauma adalah kehidupan sehari-hari. Kata trauma sendiri tidak cukup untuk menggambarkan apa yang terjadi di Gaza," kata Abu Tawahinah.

Menurut data DCI, sebanyak 353 anak tewas dan 860 lainya terluka dalam operasi Israel ke Gaza tahun 2008-2009. Dua bulan setelah serangan Israel ke Gaza pada November 2012, menurut laporan badan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) jumlah penderita PTSD naik 100 persen, 42 persennya anak berusia di bawah sembilan tahun.

UNICEF juga melaporkan, 91 persen anak-anak yang disurvei di Gaza mengaku sulit tidur, 85 persen tidak bisa konsentrasi, 82 persen merasakan kemarahan dan gejala-gejala gangguan mental lainnya.

Masalah Psikologis

Menurut Hussam Elnounou dari Program Kesehatan Mental Gaza, anak-anak yang trauma biasanya mengalami masalah psikologis, seperti terlalu bergantung pada orangtuanya, mengompol, takut suara keras, karena sering mendengar ledakan bom Israel.

"Anak-anak tidak punya kapasitas untuk mengatasi masa-masa sulit ini. Orang tua dan anggota keluarga lainnya harus memberikan dukungan untuk mereka, untuk menenangkan mereka dan menghilangkan ketakutan," kata Elnounou, yang bekerja 24 jam menerima keluhan warga melalui telepon.

Hal inilah yang dialami oleh Raghd, putri Umm Fadi, warga Gaza. Gadis sembilan tahun itu menangis semalaman dan mulai mengompol. Dia adalah saksi hidup serangan Israel pada November 2012 lalu yang menewaskan ratusan anak.

"Sekarang trauma menjangkiti kami lagi. Bahkan menutup pintu kulkas bisa membuat takut putri-putri saya," kata Umm Fadi.
BERIKAN KOMENTAR ()